Iklan

Pasang Iklan Hubungi Redaksi

ads

Sabtu, 03 Mei 2025

Transparansi dan Akuntabilitas: Kunci Moral dan Struktural Pencegah Korupsi

 

Korupsi bukan hanya permasalahan hukum dan keuangan, tetapi juga krisis moral dan kepercayaan publik. Dalam beberapa dekade terakhir, bangsa ini menyaksikan betapa merusaknya praktik korupsi di berbagai lembaga: dari instansi pemerintah, organisasi kemasyarakatan, hingga lembaga keagamaan seperti gereja. Fenomena ini menunjukkan bahwa korupsi tidak mengenal batas, dan pencegahannya membutuhkan dua fondasi utama: transparansi dan akuntabilitas.

Moral Tanpa Sistem Tak Cukup

Banyak lembaga, terutama yang berbasis keagamaan atau sosial, merasa cukup mengandalkan niat baik dan moralitas internal. Padahal sejarah membuktikan bahwa sistem yang tidak transparan tetap membuka celah penyimpangan, seberapa pun mulianya niat awal suatu organisasi. Di sisi lain, lembaga negara dengan sistem birokrasi ketat pun tetap rentan korupsi jika tidak disertai mekanisme pertanggungjawaban yang kuat.

Transparansi bukan sekadar keterbukaan informasi, tetapi komitmen untuk menjadikan setiap proses—mulai dari penganggaran, pengambilan keputusan, hingga pelaporan—terbuka untuk diawasi publik. Sementara itu, akuntabilitas berarti setiap individu dalam lembaga bertanggung jawab atas tindakannya dan bersedia diperiksa serta dievaluasi secara berkala.

Tanpa Pengawasan, Kekuasaan Cenderung Disalahgunakan

Lord Acton pernah berkata, “Power tends to corrupt, and absolute power corrupts absolutely.” Kekuatan untuk mengelola dana, membuat keputusan, atau mewakili umat adalah bentuk kekuasaan. Tanpa kontrol dan pertanggungjawaban, kekuasaan itu mudah tergelincir menjadi alat kepentingan pribadi.

Hal ini bukan hanya terjadi di lembaga negara, tetapi juga dalam organisasi keagamaan dan sosial yang mengelola donasi publik atau iuran umat. Gereja atau lembaga zakat, misalnya, bisa kehilangan kredibilitas hanya karena satu kasus penyalahgunaan dana oleh oknum pengurus yang tidak terpantau.

Jalan Menuju Reformasi

Pencegahan korupsi harus dimulai dari reformasi internal: membangun sistem berbasis digital, membuka akses laporan keuangan, menerapkan audit independen, dan menyediakan saluran pelaporan pelanggaran (whistleblowing) yang aman. Tak kalah penting adalah pendidikan integritas sejak dini, baik di sekolah, komunitas, maupun tempat ibadah.

Kita tidak bisa terus bergantung pada aparat penegak hukum sebagai garda terakhir. Masyarakat harus menjadi bagian dari sistem pengawasan. Dan untuk itu, kita membutuhkan lembaga-lembaga yang bersedia dibuka, dikritik, dan diperbaiki.


Transparansi dan akuntabilitas bukan hanya kebutuhan teknis, tetapi juga panggilan moral. Lembaga yang terbuka bukan berarti lemah, justru sebaliknya: ia membuktikan bahwa dirinya layak dipercaya. Dalam dunia yang semakin menuntut integritas, hanya lembaga yang bersedia dipertanggungjawabkan yang akan bertahan dan mendapat tempat di hati masyarakat.

0 komentar:

Posting Komentar

ads